Suararakyatnews.com,

Belum sampai dua pekan, dua Menteri Kabinet Indonesia Maju, jadi Terjerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berawal dari penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, pada Rabu (25/11/2020) lalu. usai kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) di Bandara Soekarno-Hatta.
Menteri Edhy Prabowo ditangkap karena diduga terlibat tindak pidana korupsi terkait ekspor Benih lobster, dimana yang bersangkutan terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster, dalam pengembangannya penyidik KPK menemukan delapan unit sepeda yang dibeli dari uang suap. Selain sepeda, tim penyidik menemukan uang dengan total Rp 4 miliar. Edhy Prabowo yang saat ini berstatus sebagai tersangka KPK. disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Masih hangat jadi perbincangan Rakyat diwarung-warung kopi. bercerita tentang penangkapan Menteri Edhy Prabowo, Publik kembali dikejutkan dengan penagkapan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara, juga hampir senasib dengan Menteri Edhy Prabowo. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait korupsi Bantuan sosial (Bansos) Covid-19. dimana Menteri Juliari P Batubara diduga telah menerima suap sebesar Rp8,2 miliar terkait pengadaan paket Bansos berupa sembako untuk penanganan Covid-19 periode pertama. Uang Rp8,2 miliar itu diterima Juliari melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. uang itu disinyalir berasal dari tiap paket Bansos seharga Rp300 ribu, diambil Rp10 ribu oleh Matheus dan Adi Wahyono. tidak tanggung-tanggung, kali ini yang dimainkan adalah Bantuan untuk Kemanusiaan.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 Mliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar, ungkap Ketua KPK, Firli Bahuri saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (6/12/2020)
Juliari diduga bakal kembali menerima uang Rp8,8 miliar dari pengadaan paket bansos berupa sembako untuk penanganan Covid-19 periode kedua. namun keburu ditangkap oleh KPK. ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lantas muncul pertanyaan??? bagaimana Pamerintahan mau bicara Pemberantasan Korupsi, sementara ditubuh Pamerintahan sendiri, masih terjadi tindak Korupsi. apakah gaji serta tunjangan serta fasilitas yang diberikan kepada dua orang Menteri ini masih kurang memuaskan, .???
Kedepan Pamerintah diharapkan lebih memperkuat KPK, Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan penindakan, sebab barang mustahil bila seorang Pejabat tidak paham yang namanya perbuatan Tipikor. dapat dibayangkan bila setingkat Menteri saja berani melanggar hukum demi memperkaya diri sendiri, apalagi para oknum Pejabat nakal didaerah. Korupsi didaerah jangan diangap hal kecil, karena dampaknya langsung berimbas kepada Masyarakat. (*)