EKONOMI

Berikut Tanggapan Ketua Komisi IV DPR RI Terkait Wacana Pemerintah Mengimpor Beras

209
×

Berikut Tanggapan Ketua Komisi IV DPR RI Terkait Wacana Pemerintah Mengimpor Beras

Sebarkan artikel ini
Page Visited: 622
0 0
Read Time:5 Minute, 3 Second

Suararakyatnews.com

Terkait wacana Pamerintah ingin mengimpor beras, menuai beragam pendapat, diantaranya datang dari Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo, sebagai bentuk keprihatinan dirinya. Ia menulis artikel opini dilaman fecbook miliknya pada tanggal (13/1/2018) yang dibaca oleh ribuan Nitizen. Berikut postingan Edhy Prabowo yang dikutip dari laman miliknya: IMPOR BERAS MENGKHIANATI PETANI Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Alasannya klasik, untuk mengamankan kebutuhan pangan dan hajat perut rakyat, serta menjaga stabilitas harga beras di pasaran. Namun, langkah pemerintah tersebut menimbulkan banyak kejanggalan dan tanda tanya bagi saya. Berikut di antaranya; 


1. Kenapa pemerintah tiba-tiba melakukan impor beras di saat kondisi pangan kita terbilang stabil. Menteri Pertanian pernah bilang tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi. Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras 8-9 ribu ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras. Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri. 

2. Beberapa waktu lalu, pemerintah berani tidak melakukan impor beras meski musim kemarau melanda. Kenapa saat kondisi iklim sedang normal seperti sekarang ini malah melakukan impor beras besar-besaran? Ada apa di balik semua ini? 

3. Pada tahun 2015, pemerintah pernah melakukan impor beras. Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya. Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor. Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras. 


4. Selama ini, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Tetapi saya heran kenapa untuk persoalan impor kali ini tidak dipercayakan kepada Bulog dan malah menunjuk BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI)? Padahal dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, persoalan seperti ini menjadi domain Bulog. Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog? Apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog? Atau ada kepentingan lain di balik semua ini? 

5. Pemerintahan Jokowi-JK saat kampanye dulu berjanji akan kembali mewujudkan swasembada pangan. Pak Jokowi bilang, “Lahan sawah begitu luas kok beras masih impor?”. Namun sudah tiga tahun lebih menjabat, wacana itu tidak kunjung terbukti. Padahal anggaran yang dialokasikan untuk pertanian hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya. Kita berhak menagih janji mereka untuk mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan. Demikian pernyataan ini saya sampaikan. Semoga ke depan Indonesia mampu mewujudkan swasembada pangan dan tidak mengatasi persoalan hajat hidup rakyat hanya dengan impor, impor dan impor. Salam Indonesia Raya! Edhy Prabowo (Ketua Komisi IV DPR RI)


Terkait Opini yang ditulis Edhy Prabowo Ketua Komisi IV DPR RI cukup beralasan, mengingat kenaikan harga beras sejak berberapa bulan terakhir disebabkan banyaknya petani yang gagal panen akibat banjir, dianggap tidak masuk akal bagi para petani khususnya di Desa Ngeluk, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan. 

Petani di desa itu bahkan bisa panen sebulan sekali. Desa Ngeluk bukanlah desa yang dimanjakan dengan irigasi teknis. Meski saluran air ada, untuk memasukkan air dari Sungai Lusi ke saluran irigasi teknis sangat tidak mudah. Ketinggian permukaan air yang berada di bawah irigasi teknis menjadi persoalan. Menurut Suwaji, Ketua Gabungan Kelompok Tani Suka Makmur, para petani di desa ini sebelumnya mengandalkan turunnya hujan, sehingga elevasi air di Sungai Lusi naik. 

Melalui inovasi sederhana, yakni memompa air dari Sungai Lusi dan dialirkan ke saluran irigasi teknis, akhirnya mereka tak lagi tergantung musim hujan, Produktivitas meningkat dan harapan mengendalikan kenaikan harga beras membuncah. 

“Kami perkirakan tiap selapan (35 hari), kami sudah bisa panen,” kata Suwaji. Suwaji berharap rencana impor beras yang saat ini diwacanakan, tidak perlu direalisasi. Permintaan itu disampaikan karena mereka sudah mulai panen padi. “Impor bisa berdampak harga panen turun,” kata Suwaji, Sabtu (13/1/2018)  

Optimisme Suwaji didukung fakta bahwa panen di awal 2018 ini maju dari waktu yang semestinya. Mereka menanam padi pada pekan kedua Desember 2017, dan pertengahan Januari 2018 ini ternyata sudah panen. “Biasanya, kami panen MT I (musim tanam pertama) akhir Februari, baru kali ini panen awal Januari. Kami minta dukungan bantuan mesin pompa lagi supaya lebih banyak sawah bisa diairi,” kata Suwaji.  
Kepala Balitbang Pertanian Kementrian Pertanian Muhammad Syakir, tidak mampu menjawab permintaan agar pemerintah tak mengimpor beras. Ia hanya menjanjikan akan terus berusaha agar program tiada hari tanpa panen gabah berhasil. Menurut Syakir, program itu dilaksanakan melalui penyerahan bantuan benih padi varietas Impari 30 atau Ciherang plus. Itu adalah varietas padi terbaru. Kelebihannya, umurnya lebih pendek, lebih tahan hama, dan genangan. “Yang pasti, produktivitasnya lebih tinggi,” kata Syakir. 

Menurut warga, kenaikan harga beras tiga bulan belakangan bukan disebabkan karena petani gagal panen. Bukan pula karena produktivitas yang turun. Petani menduga ada faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga beras ketika petani sedang giat meningkatkan produktivitas. Namun, tak ada yang tahu apa penyebab kenaikan harga beras ini secara rasional. Sementara itu di Provinsi Jambi yang sebagian besar Masyarakat Petani perkebunan, sangat terasa dampak dari kenaikan harga beras hingga diatas Rp 10 ribu perkilo dengan jenis medium, untuk mengatasi kenaikan harga beras Pemerintah Provinsi pada (10/1/2018) melakukan operasi pasar di sejumlah titik diKota Jambi. 

Hal ini dilakukan karena dari hasil pemantauan Tim Satgas Pangan, memasuki awal tahun 2018 harga beras di Jambi terpantau mahal dan pasokannya mulai menipis. Mahalnya harga beras juga diakui sejumlah pedagang beras diKabupaten Sarolangun. Kenaikan harga ini terjadi pada beras kelas medium. “Harganya sudah di atas Rp 11 ribu per kilogram,” ujar H.Manaf, salah seorang pedagang beras dipasar Sarolangun 

Sementara itu Siti Aminah (25), salah seorang warga Desa Lubuk Sepuh Kecamatan Pelawan Kabupaten Sarolangun yang berkerja sebagai petani sadap karet sangat mengeluhkan dengan naiknya harga beras, menurutnya untuk beras kelas medium yang biasa dibelinya sudah naik Rp 11 ribu per kilogram. “Biasanya saya beli eceran diwarung harga per kilogram Rp 10 ribu yang bermerek beras lele Tapi sejak bulan Agustus 2017 sudah Rp 11 ribu per kilogram, kalau beras bermerek raja sudah Rp 12 ribu perkilo, tidak sebanding dengan harga getah karet yang cuma Rp 5 ribu perkilo.” keluhnya.(Aang)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Advertisements
Advertisements

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

/* */