JAKARTA-Suararakyatnews.com,
Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau yang lebih akrab disapa Rommy pada Jumat (15/3/2019) terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jawa Timur. Rommy sendiri merupakan Ketum PPP kedua yang berurusan dengan KPK, dimana sebelumnya Suryadharma Ali yang juga Ketum PPP ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Rommy diduga menerima suap atau hadiah terkait promosi jabatan di Kantor kementrian Agama Jawa Timur.
Sebelumnya, Setya Novanto (Setnov) mantan Ketua Umum Partai Golkar, juga dijerat oleh KPK karena terlibat Korupsi Proyek E-KTP. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka,
Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus yang melibatkan Ketua Umum Partai juga menjerat Anas Urbaningrum (Mantan Ketua Umum Partai Demokrat), ia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang, karena menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang saat masih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Anas Urbaningrum sendiri waktu tersandung kasus proyek Hambalang menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.
Kemudian Lutfi Hasan Ishaaq (mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera) KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaaq, Anggota DPR yang juga Presiden Partai Keadilan Sejahtera, sebagai tersangka kasus suap terkait pemberian rekomendasi kuota impor daging kepada Kementerian Pertanian. Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Luthfi bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi, uang itu diterima Luthfi ketika masih menjabat anggota Komisi I DPR RI dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dia dianggap terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu, Luthfi juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang saat menjabat Anggota DPR RI 2004-2009.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, jaksa menjelaskan bahwa pemberian uang Rp 1,3 miliar tersebut dilakukan agar Luthfi mempengaruhi pejabat Kementan sehingga memberikan rekomendasi atas permintaan tambahan kuota impor daging sapi sebanyak 10.000 ton yang diajukan PT Indoguna Utama dan anak perusahaannya.
Suryadharma Ali (Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013.
Atas penyalahgunaan wewenangnya, Suryadharma dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
Dalam penyelenggaraan haji tersebut, Suryadharma menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga dianggap memanfaatkan sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan, Suryadharma mengakomodasi pula permintaan Komisi VIII DPR untuk memasukkan orang-orang tertentu supaya bisa naik haji gratis dan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi. Tak hanya itu, dia juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir terdakwa ataupun sopir istri terdakwa agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis. Suryadharma juga dianggap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadinya. Selama menjadi menteri, DOM yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diterima Suryadharma berjumlah Rp 100 juta per bulan.
Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp 12,4 juta. Selain itu, ia juga membayar ongkos transportasinya beserta keluarga dan ajudan ke Singapura untuk liburan sebesar Rp 95.375.830. Ia juga menggunakan dana tersebut dalam membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk dia beserta keluarga dan ajudan ke Australia sebesar Rp 226.833.050. Dalam penyelenggaraan haji tahun 2015, Suryadharma meloloskan penawaran penyewaan rumah jemaah haji yang diajukan pengusaha di Arab Saudi, Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin. (*Red)